CAR
adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang
mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain)
ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari
sumber-sumber diluar bank.
Rasio
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
CAR
= Modal Bank / ATMR(Aktiva Terimbang Menurut Resiko)
ket:
Perhitungan
Modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko dilakukan berdasarkan ketentuan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang berlaku.
Semakin
tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko
dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka
bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi profitabilitas.
Menurut
Lukman Dendawijaya adalah ” Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan , surat berharga,
tagihan pada bank lain) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping
memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti dana dari
masyarakat , pinjaman , dan lain – lain.
Menurut Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 pasal 2 ayat 1 tercantum bank wajib
menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aset tertimbang menurut resiko
(ATMR), CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh
aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan
pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana
dari sumber-sumber diluar bank (PBI, 2008).
Capital Adequacy
adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan
modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi,
mengukur, mengawasi, dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal (Almilia, 2005). Perhitungan Capital
Adequacy didasarkan pada prinsip bahwa setiap penanaman yang mengandung risiko
harus disediakan jumlah modal sebesar persentase
tertentu terhadap jumlah penanamannya. Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).
tertentu terhadap jumlah penanamannya. Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).
Contohnya: bila anda mendapat Rp.1000/bulan
dari orang tua, anda dapat menentukan sendiri berapa yang harus tetap menjadi
uang setelah uang tersebut anda belanjakan (untuk ongkos, membeli buku, pulsa,
rokok, dll). Sisa uang yang tetap menjadi uang tersebut dapat dianalogikan
sebagai CAR di perbankan tersebut, setelah semua uang yang masuk dipotong untuk
pemberian kredit, kpr, dll. dan CAR tersebut besarnya ditentukan oleh BI. Dan
bila suatu bank itu CARnya 0% apalagi sudah minus, berarti bank tersebut sudah
tidak mempunyai modal/uang/capital lagi.
Perhitungan Legal Lending Limit (LLL)
Legal lending limit (LLL) merupakan instrumen kebijakan Bank Indonesia
yang berlaku baik bagi bank Syariah maupun bank konvensional. Istilah
tersebut dalam perbankan juga sering dikenal dengan nama Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK), yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.
8/13/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan BankIndonesia No. 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan dalam Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Kebijakan legal lending limit atau batas maksimum pemberian
kredit adalah jumlah batas maksimal fasilitas kredit yang diperkenankan
diberikan kepada satu debitur dan atau grup debitur.
Dalam peraturan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 mempunyai arti yaitu
persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal
bank. Sedangkan dalam UU No. 10 tahun 1998 batas maksimum pemberian kredit
disebut dengan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah yaitu penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari definisi di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa legal lending limit atau Batas Maksimum Pemberian
Kredit adalah jumlah batas maksimal penyediaan dana oleh bank berupa fasilitas
kredit yang diberikan kepada satu debitur dan atau debitur group yang
diperkenankan terhadap modal bank.
Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) adalah faktor Permodalan (Capital),
Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas.
Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL.
1. ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
Penilaian pertama adalah
aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang
didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut
didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu
perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
2. ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET )
Aktiva produktif atau
Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva
yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai
dengan fungsinya.
Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
1) Kredit yang diberikan
2) Surat berharga
3) Penempatan dana pada bank lain
4) Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan BI adalah dengan membandingkan
antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain
itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva
produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva
produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar,
diragukan dan macet.
3. ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian
kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas
manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang
ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta
pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
4. ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
Penilaian aspek ini
diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga
untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank
yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total
Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional
(BOPO).
5. ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
Aspek kelima adapah
penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila
bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang
jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan
kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
· Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
· Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh bank seperti KLBI, Giro,
Tabungan, deposito dan lain-lain.
Seraca umum penilaian tingkat kesehatan bank dapat
dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut : Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut : Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :
· Ketentauan pelaksanaan pemberian kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan
Kredit Eksport
· Pelanggaran terhadap ketantuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau
sering disebut dengan Legal Lending Limit.
· Pelanggaran Posisi Devisa Netto.
Sumber :